Umum

Lebih Awal Antisipasi Tantangan Pemilu dan Pemilihan 2024

Jakarta, kpu.go.id – Anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan potensi masalah yang akan terjadi pada Pemilu dan Pemilihan 2024 perlu diantisipasi lebih awal. Untuk itu, dia menekankan agar KPU provinsi, KPU kabupaten/kota siap menghadapinya. Hal itu disampaikan Dewa dalam Diskusi Demokrasi dan Kepemiluan bertajuk “Tantangan Penyelenggara Pemilu pada Pemilu dan Pemilihan Serentak tahun 2024” yang diselenggarakan KPU Kabupaten Pringsewu, Jumat (17/9/2021). Dewa memaparkan potensi permasalahan atau tantangan salah satunya persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) dan aspek ini diakui langsung oleh Ketua KPU Lampung, Erwan Bustami. Untuk aspek ini, Dewa menyarankan agar SDM ditingkatkan kualitasnya dengan memahami regulasi kembali, menghimpun aturan yang ada dan menyortir aturan yang berlaku dan mana yang tidak berlaku. Selain itu, menurutnya diskusi serta dialog juga penting dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM. Aspek tantangan lainnya yakni pemanfaatan maupun pengembangan Teknologi Informasi yang tidak mudah karena masih adanya daerah yang tidak mendapatkan sinyal internet (blankspot). Kemudian, masalah kampanye karena adanya penyesuaian dalam Peraturan KPU, model-model kampanye, dan mengenai durasi yang akan disesuaikan dengan ketentuan berlaku. Dewa juga menekankan persiapan logistik pemilu dan pemilihan seperti persiapan pengadaan, proses pengadaan pelaksanaan pekerjaan, pengelolaan gudang dan distribusinya juga perlu diperhatikan karena merupakan satu tantangan tersendiri yang perlu diantisipasi. Hingga tantangan adanya pandemi Covid-19. Sementara itu Erwan Bustami menyampaikan tantangan terberat pada penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan 2024 pada fokus SDM seperti badan ad hoc yang terbatas di daerah. Erwan pun berharap program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan dapat menjadi solusi untuk merekrut personel yang kompeten. Selain itu, Erwan juga menyampaikan terkait daerah-daerah yang tidak memiliki akses internet sehingga pemanfaatan TI yang tidak optimal, tahapan pemilu dan pemilihan tahun 2024 beririsan serta tantangan pada penyelenggaranya sendiri khususnya di Provinsi dan Kab/kota terkait masa akhir jabatan pada saat pelaksanaan tahapan berlangsung. Anggota KPU Provinsi Lampung, Antoniyus C juga memaparkan terkait permasalahan SDM yang terbatas serta akhir masa jabatan menjelang hari pemungutan suara yang berpotensi mengganggu tahapan pelaksanaan hingga tantangan kampanye di tengah masa pandemi. Turut hadir dalam diskusi, Ketua Kabupaten Pringsewu Sofyan Akbar dan juga segenap jajaran KPU Kabupaten/Kota di wilayah Lampung. (kpu.go.id)

Himpun Masukan Sejarawan Tentukan Tanggal Lahir KPU

Jakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah satu dari beberapa lembaga di Indonesia yang lahir berdasarkan amanat konstitusi, UUD 1945. Meski demikian sebagai lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, KPU masih mencari kapan lembaga ini resmi dilahirkan. Berangkat dari hal tersebut pada Kamis (16/9/2021), KPU RI mengundang sejarawan, tokoh dan akademisi untuk bersama membedah sejarah kelahiran KPU. Hadir memberikan sambutan, Ketua KPU RI Ilham Saputra mengatakan bahwa cikal bakal KPU sesungguhnya telah ada tidak lama pasca kemerdekaan Indonesia. Meski kala itu namanya masih berubah-ubah namun fungsi sebagai penyelenggara pemilu telah melekat. “Pak Viryan melakukan riset dari buku ke buku, riset kepustakaan, literatur, dan beliau menyampaikan kemungkinan 16 September 1946. Nah apakah ini bisa menjadi pijakan kita untuk menentukan kapan sebetulnya KPU ini dibentuk, ya sebenarnya memang ini menjadi debatable [diperdebatkan],” ungkap Ilham. Oleh karena itu, Ilham berharap melalui pertemuan Focus Group Discussion (FGD), lembaganya bisa masukan dan pijakan dasar menentukan kapan KPU ini dibentuk. Anggota KPU RI, Viryan menyampaikan secara detail mengenai riset yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukannya sejak tahun 2017 hingga 2021 ini dengan bentuk studi perpustakaan, observasi lapangan, ANRI, Perpusnas, wawancara dan pencarian melalui internet. Hasil penelitiannya menunjukkan rekam jejak organisasi penyelenggara pemilu pasca kemerdekaan dari mulai Badan Pembaharuan Susunan (BPS) tahun 1946, Kantor Pemilihan Pusat (KPP) tahun 1948, Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) tahun 1953, Lembaga Pemilihan Umum (LPU) tahun 1969, hingga KPU tahun 1999. “Badan Pembaharuan Susunan untuk memilih Komite Nasional Pusat [saat ini menjadi DPR] kantornya di Jogjakarta, ” ujar Viryan.Hanya saja, Viryan menyampaikan saat BPS dibentuk tidak menyelenggarakan pemilu nasional karena dalam masa kedaruratan pada 1946. Oleh karenanya, lanjut Viryan rujukan badan penyelenggara pemilu pertama harus merujuk pada pemilu pertama yakni pada 1955. “Terlebih lagi 55 dianggap sebagian kalangan smapai hari ini pemilu paling demokratis, makanya kami merujuk pada pemilu 1955,” kata Viryan. Meski begitu, Viryan berpendapat tanggal lahir KPU paling tepat merujuk pembentkan BPS, pada saat pelantikan 16 September 1946. Namun, KPU sangat terbuka untuk usulan dan masukan untuk menentukannya. Senada dengan Viryan, Sejarawan Pemilu, Faishal Hilmy Maulida menilai pembentukan BPS bisa dirujuk hingga menjadi tolak ukur menentukan hari jadi KPU. Namun, Faishal menilai perlu pencermatan apakah BPS terkait dengan penyelenggaraan pemilu yang berlangsung pada 1955 “Saya tidak masalah penetuan tanggal saya apresiasi penentuan hari jadi KPU tahun 46 tetapi untuk memperkuat perlu ditambahkan dokumen yang primer yang mana bisa mendukung argument dan riset bapak,” kata Faishal. Guru Besar Ilmu Sejarah, Prof Anhar Gonggong menyampaikan apresiasnya terhadap penelitian yang dilakukan untuk menentukan tanggal lahir KPU. Menurut Anhar, tahun 1946 saat pembentukan BPS itu bisa dijadikan opsi tanggal karena saat itu dirancang dalam keadaan serba darurat. Namun, pada tahun 1955, kata Anhar juga momentum sangat penting, di mana berjalannya pemilu pertama yang sangat “demokratis”. “Jadi saya kalau saya sebagai seorang belajar sejarah, pilihan saya ada pada 46 atau 55, dengan harganya masing-masing,” tutur Anhar. Anggota KPU RI Periode 2001-2007, Prof. Valina Singka Subekti juga menyampaikan apresiasi kepada KPU telah melakukan riset penting. Valina berpendapat penentuan tanggal lahir ini penting untuk membangun kerangka sejarah pemilu secara utuh. Menurutnya, ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk menetapkannya yakni secara harfiah atau istilah, dan pendekatan hakiki atau pada maknanya. Jika secara istilah, kata Valina, secara istilah KPU pertama kali secara formal tertuliskan dalam amandemen konstitusi pada 1999 KPU yang masih belum independen atau terdapat partai politik, atau 2001 ketika KPU yang dilantik tidak terdapat dari parpol. Secara makna, Valina sependapat dengan Anhar yakni pada tahun 1946 sejak dikeluarkannya maklumat untuk mendirikan parpol meski tidak menyelenggarakan pemilu nasional saat itu karena kemampuan ekonomi serta kondisi kedaruratan. Akademisi Pemilu sekaligus Peneliti Sejarah Pemilu Minahasa, Ferry Duad Liando mengatakan penentuannya kebijakan pertama kali terkait KPU yang anggotanya tanpa partai politik atau tahun 2001, atau mengikukuti SK KPU pertama KPU dikonstitusionalkan, tanggal pelantikan anggota KPU pertama. Berbeda dengan Anhar dan Valina, Ferry menjelaskan BPS saat itu bukan penyelenggara asli tetapi perangkat negara megisi kekosongan atau sebutan kekiniannya Pengganti Antar Waktu untuk mengisi penggantian anggota komite [sekarang DPR] yang tidak memenuhi syarat, sehingga tidak cocok untuk ditetapkan pijakan untuk menentukan tanggal lahir KPU. (kpu.go.id)

15 September 2021 Hari Demokrasi Internasional

Ngawi, kab-ngawi.kpu.go.id -  Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana seluruh warga negara memiliki hak sama, dalam mengambil kebijakan untuk bersama mencapai kehidupan yang lebih baik. Demokrasi mengijinkan warga untuk berpartisipasi secara langsung maupun melalui wakilnya dalam perumusan, pengembangan dan membuat produk hukum. Secara sederhana, demokrasi adalah sebuah pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 15 September, sebagai Hari Demokrasi Internasional. Hal ini berdasarkan usul Inter Parliamentary Union (IPU), Perayaan pertama dilaksanakan 2008 di House of Parliaments, Jenewa. Peringatan ini dalam upaya menegakkan prinsip demokrasi dan mengajak semua negara anggota PBB untuk turut serta dalam peringatan tersebut. Tahun 2020 dan 2021 peringatan Hari Demokrasi terhalang adanya pandemi Covid-19. Mari bersama kita menerapkan prinsip demokrasi dalam keseharian. Demokrasi berperan dalam mendukung kehidupan bersama yang nyaman. Ini dikarenakan, dengan Pemerintahan yang demokratis maka asas kedaulatan rakyat bisa berjalan, terdapat jaminan akan Hak Azazi Manusia serta terwujud persamaan di depan hukum. Ini tentunya akan bermuara pada terciptanya mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Melalui media ini, Keluarga Besar KPU Ngawi mengucapkan : Selamat memperingati Hari Demokrasi Internasional 2021 !

Perkuat Pemahaman Antar Lembaga Penyelenggara Pemilu

Jakarta, kpu.go.id – Menghadapi Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari berharap adanya penguatan pemahaman antar lembaga penyelenggara pemilu, terutama berkaitan dengan aturan, kewenangan hingga produk hukum yang ada. Hal tersebut disampaikan Hasyim, saat hadir memenuhi undangan Bawaslu RI pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) “Sinergitas Antar Lembaga Dalam Persiapan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu” yang diikuti secara daring, Jumat (10/9/2021). “Ke depan penting kita (KPU-Bawaslu) duduk bersama sehingga di level perumusan ada pemahaman yang sama,” ujar Hasyim. Sebelumnya Hasyim menyampaikan beberapa studi kasus yang terjadi pada pelaksanaan pemilu maupun pemilihan di masa lalu yang disebabkan tidak samanya pemahaman penyelenggara pemilu, hal ini justru membuat kerja-kerja KPU-Bawaslu menjadi tidak maksimal. Ketidaksamaan pemahaman ini seperti pada ketidaklolosan partai politik sebagai peserta pemilu, pelanggaran kampanye atau pada aturan terkait mantan narapidana yang dapat maju sebagai calon. “Pada kasus tertentu, bahasanya KPU dianggap tidak menindaklanjuti rekomendasi. Padahal bukan seperti itu, KPU menindaklanjuti dengan melakukan pencermatan,” ucap Hasyim. Sementara itu pada sesi sebelumnya, Dirjen Politik Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri Bahtiar berharap FGD sinergitas ini adalah upaya kualitas demokrasi, yang salah satunya dipengaruhi oleh sinergitas antar lembaga penyelenggara pemilu yang baik. Bahtiar juga menyampaikan, kasus-kasus sengketa yang pernah terjadi pada pelaksanaan pemilu maupun pemilihan sebelum dapat menjadi pelajaran untuk menatap pemilu dan pemilihan berikutnya. Dia juga ingin meluruskan persepsi yang kurang tepat bahwa banyaknya sengketa menunjukkan prestasi, tapi sebaliknya semakin sedikitnya jumlah sengketa yang masuk dan diputuskan dalam proses pemilu atau pemilihan menunjukkan adanya kerja yang baik dan memuaskan dari para penyelenggara pemilu. “Semakin besar jumlah penetapan KPU atau Keputusan Bawaslu yang tidak diterima (para pihak), itu adalah wajah kita. Jangan juga banyak sengketa yang melompat ke pengadilan, karena kita kan sedang membangun sistem politik, rezim pemilu, bukan rezim pengadilan,” tandanya. Sebelumnya saat membuka kegiatan FGD, Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja kegiatan yang digagas lembaganya menjadi bahan refleksi ke depan. Menyiapkan diri menghadapi tahapan pemilu dan pemilihan yang potensial memunculkan gugatan atau sengketa di dalamnya.

Songsong Pemilu 2024 KPU Kabupaten Ngawi Laksanakan Pendidikan Pemilih

Ngawi, kab-ngawi.kpu.go.id – Kamis (30/09/2021) KPU Kabupaten Ngawi melaksanakan kegiatan  Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Dalam Rangka Peningkatan Partisipasi Masyarakat Pada  Pemilu dan Pemilihan. Kegiatan dilaksanakan mulai pukul 09.00 bertempat di Balai Desa Pelangkidul Kecamatan Kedunggalar. Ketua KPU Kabupaten Ngawi Prima Aequina Sulistyanti dalam sambutannya mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pemilu dan pemilihan menjadi gambaran sejauh mana antusiasme masyarakat dalam pesta demokrasi. “Ruh demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka penyelenggara dalam hal ini KPU terus mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam menggunakan hak pilih serta berkiprah dalam ranah demokrasi atau politik” ujar perempuan yang akrab disapa Bu Prima tersebut. Sementara itu, wakil dari pihak Desa Pelangkidul Sutrisno menyampaikan ajakan kepada tokoh masyarakat yang hadir untuk aktif hadir menggunakan hak pilih pada setiap pemilu dan pemilihan. Dalam kegiatan Pendidikan pemilih itu, mengetengahkan dua pemateri.  Sudarsono (Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Parmas dan SDM). Mengajak peserta untuk mengingat kembali pentingnya pemilu dan  syarat menggunakan hak pilih. Sementara itu, pemateri kedua Kundari Pri Susanti mengetengahkan materi bagaimana mengantipasi hoaks (hoax) dalam pemilu dan pemilihan. Menurut Ari, menghindari hoaks merupakan tanda dari pemilih yang cerdas. Terlebih hoaks politik menempati posisi tinggi diantara berbagai isu lainnya.

Dgitalisasi Pemilu Kebutuhan Mendorong Partisipasi Masyarakat

Jakarta, kpu.go.id – Ekosistem teknologi yang memungkinkan keterlibatan masyarakat atau civic tech menjadi kata kunci agar masyarakat sipil di Indonesia bisa berdaya secara efektif di dunia digital dalam mengawal dan berkontribusi untuk demokrasi elektoral pada 2024.  Hal ini disampaikan Anggota KPU RI, Viryan pada diskusi The Indonesian Forum Seri 78 membahas Ekosistem Civic Tech dan Kesiapan Data Pemilu Terbuka dalam Rangka Meningkatkan Integritas Pemilu di Indonesia yang diselenggarakan The Indonesian Institute, Selasa (7/9/2021). Viryan mengutip data dari We Are Social mengenai gambaran perkembangan digital di Indonesia dimana ada lebih 27 pengguna baru digital sepanjang tahun 2020-2021 dan diyakininya akan terus meningkat.  Masih mengutip data tersebut, pria asal Kalimantan Barat juga mengatakan rata-rata pengakses internet diatas usia 13 tahun sebanyak 77,5 persen dari total populasi 274 juta penduduk Indonesia. Sehingga jika dihitung pada 2024 nanti masyarakat menurut dia sudah sangat siap untuk terlibat dalam pemilu secara digital. “Maknanya adalah dari gambaran secara umum ini menunjukkan digitalisasi pemilu menjadi sebuah keniscayaan bahkan menjadi sebuah kebutuhan,” ujar Viryan.  Viryan menjelaskan peta jalan (road map) transparansi informasi KPU dilakukan dengan tiga tahapan antara lain penerapan peraturan hukum tentang keterbukaan informasi publik, prinsip dan standar; digitalisasi pemilu; dan implementasi data pemilu secara terbuka.  Menyangkut regulasi, Viryan menekankan hal tersebut karena menurut dia idealnya tata kelola manajemen yang baik harus diiringi dengan perencanaan yang matang berbasis regulasi. Dan dalam konteks digitalisasi pemilu, dia mengatakan perlu memerhatikan aspek kedaulatan digital karena digitalisasi sebuah keniscayaan untuk meningkatkan derajat kepercayaan publik. Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar memaparkan hasil penelitian yang dilakukan pihaknya dengan Perludem terkait keterbukaan data melalui website utama KPU. Penelitian ini untuk mengkaji dan membantu dalam merencanakan strategi mempromosikan inisiatif civic tech yang mendorong keterbukaan data pemilu.  Antara lain menyangkut infrastruktur teknologi, Sumber Daya Manusia (SDM) teknologi informasi (TI), kolaborasi komunitas TI, hingga masukan untuk mempermudah kelompok disabilitas mengakses data.  “Belum mengikutsertakan heading, alt-text, dan link untuk memudahkan pembaca disabilitas mengakses data menggunakan screen reader,” tambah Adinda. Peneliti Perludem, Mahardika berharap rekomendasi penelitian dapat menjadi gambaran bagaimana ekosistem civic tech dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia serta menjadi kompas untuk arah digitalisasi pemilu di Indonesia. Mahardika pun mengapresiasi langkah KPU dalam menyediakan data pemilu terbuka yang rencananya akan dilaunching September ini. Manajer Riset Open Data Labs Jakarta, Arthur Glenn Maail menjelaskan civic tech hadir untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggunaan teknologi informasi. Hal ini bisa terjadi karena internet membuat adanya pertukaran informasi pemerintah menjadi dua arah sehingga mengurangi kesenjangan informasi.  Menurut Arthur, pelibatan masyarakat juga perlu didorong agar sumber data terbuka tidak hanya berasal dari pemerintah agar dapat mengintegrasikan dengan data-data resmi pemerintah. “Pemberdayaan masyarakat untuk dapat menganalisa data pemerintah dan memberikan masukan untuk perbaikan pelayanan publik,” kata Arthur.  Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera memaparkan terkait kualitas anggaran belum optimal hingga upaya untuk merevisi regulasi UU Pemilu yang kandas padahal ide besar dimasukkan dalam revisi UU tersebut menyangkut penyelenggaraan Pemilu 2024. Menurutnya, regulasi yang ada memiliki keterbatasan tetapi pemerintah memutuskan tidak perlu dilakukan revisi. “Teman-teman KPU aturan di UU sangat rigit padahal bisa diberi kebebasan perkara teknis dan taktis,” kata Mardani. (repost - humas kpu ri tenri/ foto: tenri/ed diR)

Populer

Belum ada data.