Umum

LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU HARUS BISA MENGUKUR “PENGARUH” DAN “KEPENTINGAN” DARI STEAKHOLDER

Oleh-oleh dari Ortug (Bagian 2)

Ditulis oleh: Aman Ridho H. (Anggota KPU Kabupaten Ngawi)

Menyimak perubahan tentang desain kelembagaan penyelenggara pemilu dari periode ke periode sungguh menarik untuk dijadikan bahan diskusi. Hal ini seperti yang terpapar pada materi Ida Budiati Anggota DKPP RI dalam salah satu sesi di kegiatan orientasi tugas KPU Kabupaten/Kota Gelombang VIII. Dijelaskan disana, KPU periode 2002-2007 dibentuk pada tahun 2001  berdasarkan KEPPRES Nomer 10 tahun 2001 beranggotakan 11 orang terdiri dari unsur akademisi dan LSM. KPU Ketiga periode 2007-2012 dibentuk setelah presiden mengeluarkan KEPPRES dan ini merupakan penyempurnaan dari KPU-KPU sebelumnya karena semua pihak sadar bahwa KPU merupakan  garda terdepan dari sebuah proses demokrasi yang bernama pemilu. Mulai Periode inilah angggotanya dipilih olleh DPR setelah pemerintah membentuk panitai seleksi yang anggotanya terdiri dari para akademisi. Diawasi oleh Bawaslu dan DKPP.

Ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 1 angka (7) menyebutkan bahwa Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu. Ketiga lembaga tersebut memiliki tugas, wewenang dan kewajiban masing-masing. Banyak masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemilu. Dengan keahlian masing-masing lembaga tersebut diharapkan penyelenggara pemilu mampu memberikan solusi terkait ketentuan hukum pemilu atau masalah teknis. Hal ini disampaikan Anggota DKPP, Dr. Ida Budhiati dalam sesi hari pertama kegiatan Ortug KPU Kabupaten/Kota gelombang VIII.

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 35 kali